Sahabat Terakhir
Shofie
“Bruk!
Waaacchuuuu!! Bhak! Puk!”
“Woy!
Berhenti! Gila ya kalian, kelai di tengah jalan kayak gini. Kalian pikir ini
jalan buyut kalian.” Ivy memarahi anak buah Ayahnya.
“Mereka
yang duluan cari gara-gara, non.” jawab anak buah Ayah Ivy.
“What?
Omaigat sorry berry stroberi yaa. Kamu yang ganggu wilayah kami.” balas anak
buah Ayah Shofie dengan gaya maskulinnya.
“Woo
berisik! Aku mau ke sekolah. Jangan bikin onar!” perintah Ivy dengan nada yang
keras.
Mereka
pun mulai kembali ke kawasan masing-masing. Tetapi, 3 orang dari anak buah Ayahnya
mengikuti Ivy ke sekolah tanpa sepengetahuannya.
“Aku
pergi dulu.”
Pagi
yang cerah, kicauan burung membantu mewarnai indahnya
silauan sinar matahari dari balik dedaunan pohon sakura.
Di
pertigaan jalan, Shofie termenung menghentikan langkahnya. Seorang gadis rupawan mengayuh sepedanya laju sekali, dan
tiba-tiba ia terjatuh karena tersandung batu. Gadis itu basah kuyup, Shofie
tertawa terbahak-bahak melihat gadis itu. Lalu gadis itu berjalan ke arah
Shofie.
“Bhuk!
Apa yang kamu lihat ?! Kamu ngejek
aku ya?!” lalu Ivy menangis karena di tertawai oleh Shofie..
“Duh! Jangan nangis dong! Aku cuma bercanda kok” tiba-tiba anak buah
Ayah Shofie keluar dari semak-semak karena tidak terima anak bosnya di pukul.
“Woy!
Apa kamu? Beraninya tertawai nona Ivy” balas anak buah Ayah Ivy yang keluar
dari balik pohon.
“Hah, maaf Om. Saya gak bermaksud gitu kok. Ini aku ada
handuk buat ngeringin baju kamu. Daahh, aku pergi dulu” balas Shofie.
“Woy, tunggu! Hais, kalian pulang aja sana. Semua orang
jadi menjauhiku gara-gara kalian” ucap Ivy ke anak buah Ayahnya.
“Tetapi non, kami takut terjadi apa-apa sama non. Non,
tau kan kalau penyakitnya...”
“Aku tau dan aku gak lemah. Udah pulang sana, biarkan aku
menikmati hariku”
***
Setibanya di kelas.
Ivy langsung mencari tempat duduk yang paling belakang
karena tempat duduk paling depan sudah penuh. Yaa, begitulah keseharian Ivy
saat ini. Karena anak buah Ayahnya yang selalu mengawasinya, orang-orang di
sekitarnya jadi takut untuk berteman dengannya. Ivy jadi sedih dan itu membuat
penyakitnya bertambah parah. Dia hanya bisa berharap nanti di saat terakhirnya,
ada seseorang yang setia menemaninya bukan karena harta tetapi tulus mau
berteman dengannya. Ivy sudah lama menjalani hidup sendiri tanpa teman. Dia
selalu mencari sesuatu yang bisa membuat senang, seperti bakti sosial di panti
asuhan, bermain biola dan mencari ikan di sungai. Pada suatu hari, dia bertemu
seseorang yang membuatnya bersemangat menjalani hidupnya. Dia bertemu orang
tersebut di rumah sakit. Dia adalah salah satu pasien kanker otak, tetapi
pasien tersebut selalu tersenyum dan wajahnya tidak terlihat sedih sedikit pun.
Ivy pun selalu memperhatikan pasien tersebut.
“Pagi semua!” sapa Shofie ke teman-temannya.
“Hai Shofie! Ayo duduk disini. Kursi ini spesial buat
kamu.” balas Ayumi temannya Shofie.
“Aku duduk di belakang aja deh. Bosen duduk di depan
terus”
Shofie pun berjalan mencari bangku kosong. Dan matanya
pun tertuju pada gadis yang duduk di pojok dekat jendela.
“Hei, bukannya kamu yang tadi ya?” ucap Shofie ke gadis
itu yang ternyata Ivy.
“Wah kamu yang tadi. Ini handukmu, terima kasih yaaa..
oiya namaku Ivy. Namamu siapa ya?” jawab Ivy.
“Aku tau kok namamu. Kok kamu gatau namaku. Kita udah
setengah semester loh sekelas” balas Shofie.
“Hehe maaf, soalnya aku jarang bersosialisasi di sekolah.
Aku lebih suka sendiri”
“Astaga.. kok bisa kamu sendirian terus, aku mah gak
bisa. Namaku Zahra Amarillys Shofie, panggil aja Shofie. Aku duduk disini yaa.
Ntar pulang sekolah ikut aku yok”
“Ikut kemana? Aku udah ada janji” balas Ivy. Yaa Ivy udah
ada janji dengan dokternya. Mau check up.
“Rahasia. Bentar aja kok. Emangnya kamu mau kemana?
Penting banget ya? Soalnya kamu orang pertama nih yang aku ajak kesana. Ayolah,
please..”
“Yaudah ayooooo!!! Tapi bentar aja yaaa..”
***
Sepulang
sekolah.
Ivy dan Shofie pergi ke tempat rahasia yang dimaksud
Shofie. Dan tempat itu adalah rumah perawatan khusus untuk penderita kanker.
Betapa terkejutnya Ivy ketika sampai disana. Tempat itu indah sekali, tidak
terlihat seperti tempat perawatan. Kebun bunga menghiasi halaman tempat itu,
kupu-kupu ada dimana-mana, suara aliran sungai terdengan merdu di telinga,
hembusan anginnya sungguh membuat hati tenang, seakan berada di surga dunia.
“Hei, gimana? Gak nyesal kan? Setiap pulang sekolah, aku
pasti kesini. Karena tempat ini buat hati tenang dan rasanya semua beban
masalah hilang” ucap Shofie.
“Hehehe indah banget Shof. Aku jadi ingin tinggal disini
deh. Nanti aku boleh sering kesini kan?”
“Boleh kok. Nanti aku yang gantiin aku yaa kalau aku lagi
sibuk, oke?”
“Oke Shof, percayakan padaku” balas Ivy.
Ivy sangat menikmati suasana disana. Waktu sudah
menunjukkan pukul 5 sore, waktunya untuk check up. Ivy pun pamit pulang ke
Shofie dan pergi ke rumah sakit di jemput oleh anak buah Ayahnya.
Keesekan harinya, Ivy pergi ke sekolah. Tetapi ia tidak
melihat Shofie seharian itu. Ivy pun mencoba menelpon, tetapi tidak di angkat.
Ivy hanya berfikir positif, mungkin dia lagi sibuk dengan pasien kanker. Ivy
pun berniat mengunjungi tempat itu ketika pulang sekolah nanti.
Bel
pulang sekolah berbunyi
Ivy langsung pergi menuju tempat perawatan kanker
tersebut. Sesampainya disana, dia tidak menemukan Shofie dan semua orang
mengatakan bahwa Shofie tidak ada ke tempat tersebut. “Lalu Shofie dimana?”
gumam Ivy. Mungkin dia ada kesibukkan lain, mungkin dia besok masuk sekolah.
Ivy pun pulang dengan pikiran positifnya.
***
“Hei, kamu lihat Sofie kah?” tanya Ivy ke Ayumi.
“Enggak Vy. Aku gak bisa menghubungi dia dari kemarin.
Aku khawatir banget. Soalnya dia jarang banget begini” balas Ayumi.
“Oh oke terima kasih”
Ivy pun berencana mengunjungi rumah Shofie pas pulang
sekolah nanti.
Sesampai
di rumah Shofie.
“Permisi, ada Shofie? Saya Ivy temannya Shofie”
“Maaf, Mbak Shofie lagi di rawat di rumah sakit”
“Rumah sakit mana ya bu? Boleh minta nomor kamarnya?”
“Rumah sakit Airlangga nomor 27 Aster”
“Oke, terima kasih bu. Saya pamit dulu”
Ivy langsung menuju ke rumah sakit itu. Ia tersadar bahwa
itu adalah rumah sakit tempat ia di rawat. Ia pun berpikit dengan keras, bahwa
sepertinya ia pernah melihat Shofie. Apakah Shofie adalah orang yang membuatnya
termotivasi?. Sesampai di rumah sakit, ia langsung berlari menuju kamar nomor
27 Aster.
“Maaf mbak, pasien mau dibawa ke ruang UGD. Keadaannya
sudah kritis. Permisi.”
“Hah! Shofie!”
Ivy berlari menuju ruang UGD dimana tempat Shofie di
rawat. Ivy mulai takut, gugup, kakinya terasa lumpuh tidak bisa bergerak.
Ia pun menangis.
“Sus, ada apa dengan pasien di dalam? Apakah dia
baik-baik saja? Dia kenapa, sus?” tanya Ivy ke suster.
“Pasien di dalam sedang kritis, dia terkena kanker otak
stadium akhir. Saya pergi dulu yaa.”
Ivy sudah menunggu selama 5 jam, tetapi dokter belum juga
keluar. Tiba-tiba pintu UGD terbuka.
“Dok bagaimana keadaan pasien di dalam? Saya sudah boleh
masuk?”
“Yaa anda boleh masuk. Saya pergi dulu, permisi”
Ivy bergegas masuk ke dalam dan menghampiri Shofie.
“Kamu kenapa Shof? Kamu baik-baik aja kan? Bagian mana
yang sakit? Aku kesepian di sekolah. Kamu adalah teman pertamaku. Kamu yang
buat aku semangat lagi. Kamu selalu tersenyum ke semua orang padahal kamu
sedang sakit”
“Aku gapapa kok Vy. Nanti juga sembuh kok. Kamu jangan
sedih kalau gak ada aku, kamu harus membuka diri untuk orang lain. Banyak
banget yang ingin berteman denganmu, seperti Ayumi. Dia selalu ingin mengajak
mu makan bareng, tetapi dia takut dengan orang-orang yang selalu mengikutimu
itu. Kamu harus memberi pemahaman kepada mereka. Aku tau kamu sedang sakit,
tetapi itu bukan alasan untuk berhenti melakukan hal apapun.”
“Iya Shof, aku akan melakukan nasehat mu itu. Terima
kasih atas semuanya Shof. Aku sayang kamu. Terima kasih sudah menjadi temanku”
Beberapa
menit kemudian. Ngiiiinggg (suara detak jantung Shofie berhenti)
Ivy menangis kencang, tetapi ia hanya bisa menerimanya
dengan lapang dada karena Shofie pasti selama ini telah menanggung sakit yang
begitu besar. Dan dokter pun tiba-tiba berkata kepada Ivy bahwa ia sudah
mendapatkan transplantasi hati. Ivy merasa senang, tetapi juga sedih karena
hati itu adalah milik Shofie. Jadi ia selama ini memperhatikannya dan
sebaliknya. Sepucuk surat dari Shofie untuk Ivy yang bertuliskan “Terima kasih
Ivy, kamu adalah sahabat terakhirku. Semoga hari-harimu meyenangkan. Jangan
lupa ibadah dan selalu tersenyum”. Itulah pesan terakhir dari Shofie untuk Ivy.
***
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar